About Me

Foto saya
medan, sumatra utara, Indonesia
selalu ingin tau, dan mencari tau

Visitor'z

free counters

Pengikut

بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ ﴿١﴾ الحَمدُ لِلَّهِ رَبِّ العٰلَمينَ ﴿٢﴾ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ ﴿٣﴾ مٰلِكِ يَومِ الدّينِ ﴿٤﴾ إِيّاكَ نَعبُدُ وَإِيّاكَ نَستَعينُ ﴿٥﴾ اهدِنَا الصِّرٰطَ المُستَقيمَ ﴿٦﴾ صِرٰطَ الَّذينَ أَنعَمتَ عَلَيهِم غَيرِ المَغضوبِ عَلَيهِم وَلَا الضّالّينَ ﴿
Selamat Datang Di Blog Anjas Maryo

Dijelaskan Hadist Mengapa Islam Terbagi Menjadi Beberapa Golongan <====>


Ada Beberapa golongan muslim, yang melalui kepercayaan yang fanatik dan membuta, menilai/mempercayai bahwa aliran/golongan lain sebagai kaum Khawarij atau menyeru dan menganggap mereka sebagai Takfir (keluar dari jalan Islam/kafir), bahkan pada aliran lain yang mempunyai hanya ‘secuil’ saja perbedaan dari faham aliran mereka. Pembenaran yang mereka gunakan terkadang sama sekali tidak berdasar, dan dinyatakan secara membuta. Dan terkadang terbukti sama sekali tidak benar. Ada juga yang mendasarkan tuduhan tersebut dengan hadits Nabi Saw bahwa ummat Islam ini akan terbagi kedalam 73 golongan.

Rasulullah saw bersabda:
“Kaum (umat) Yahudi akan terpecah diantara mereka menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua golongan, dan kaum (umat) Nasrani akan terpecah diantara mereka menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua golongan. Dan umatku akan terpecah diantara mereka menjadi tujuh puluh tiga golongan” (Abu Daud, at-Tarmizi, al-Hakim, dan Ahmad adalah beberapa orang diantaranya yang merawikan hadits ini.)

Dalam versi yang lain, Imam Ahmad menulis dan menyimpan bahwa Abu Amir Abdullah bin Luhay menyatakan: “Kami sedang melaksanakan haji bersama dengan Mu’awiyah bin Abu Sofyan. Ketika kami sampai di Mekah, dia (Mu’awiyah) berdiri setelah menyelesaikan shalat Zuhur dan berkata; ‘Rasulullah saw bersabda: “Para ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) akan terbagi/terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan. Umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, dan seluruhnya akan terjatuh kedalam api neraka kecuali satu golongan. Beberapa dari umatku akan dikendalikan oleh hawa nafsunya, sebagaimana seseorang yang terjangkit penyakit anjing gila; tidak ada sebuah pembuluh darah ataupun sendi tubuhnya yang selamat dari nafsu ini.”

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud (2/503), Ahmad (4/102) dan al-Hakim (1/128) beberapa diantara banyak perawinya, dengan kata-kata yang sama tetapi ditambah dengan kata-kata berikut: “Tujuh puluh dua masuk kedalam neraka dan satu masuk ke surga: yaitu Jama’ah.” Beberapa ulama, seperti as-Shawkani dan al-Kawthari salah pengertian ketika menyatakan bahwa kata tambahan ini lemah. Ibnu Hazim salah besar ketika ia menyatakan bahwa kata-kata tersebut ‘dibuat-buat’ (ditambah-tambahi).


Sangat penting bagi seorang muslim untuk mengerti isi hadits ini dengan konteks yang jelas dan benar. Jadi, dengan pertolongan dari Allah SWT , sebuah presentasi yang mendetail mengenai maksud dari hadits ini, manifestasi sejarahnya, dan pengaruh yang dihasilkannya kepada cara pandang/anggapan umat Islam antara satu dengan yang lain akan dipaparkan. Hadits ini telah dipergunakan oleh orang-orang tertentu untuk meremehkan/memandang rendah saudaranya yang lain; sehingga beberapa saudara kita yang mengikuti Ijtihad dari Seikh Mohammad bin Abdul Wahab, misalnya, menganggap saudara-saudaranya (sesama muslim) yang tidak mengikuti Ijtihad mereka, sebagai golongan yang akan masuk kedalam neraka (sesat). Dan beberapa yang mengikuti mazhab Shafi’i menyatakan hal ini juga terhadap saudara-saudaranya (sesama muslim) yang mengikuti mazhab Hanafi, dan begitu pula yang dinyatakan oleh beberapa pengikut mazhab Hanafi tentang Shafi’i, dan seterusnya…dan seterusnya. Beberapa pengikut Sunni juga menyatakan hal yang sama kepada pengikut Shiah, dan begitu juga sebaliknya. (Jangankan mazhab, antar harakah saja sudah menyatakan sesat antara satu dengan yang lainnya..-pent-)

Hadits tersebut menyebut kata ‘Firqah’; kata ini mempunyai lafaz mushtaraq, atau homonim. Kata ini merupakan kata yang mempunyai banyak arti/makna. Allah SWT menyebut kata ini dengan berbagai makna dan konteks yang perbedaan di dalam al-Qur’an.

Contohnya:
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi beberapa orang [firqah] dari tiap-tiap golongan [taifah] di antara mereka untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya (dari kejahatan). (QS. at-Taubah: 122)

Disini, kata firqah dipergunakan untuk menyatakan beberapa orang (grup) atau utusan yang melaksanakan perintah Allah. Dalam ayat yang lain:

Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan (firqah) yang memutar-mutar lidahnya membaca Al-Kitab, supaya kamu menyangka apa yang dibacanya itu sebagian dari Al-Kitab, padahal ia bukan dari Al-Kitab dan mereka mengatakan:Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui. (QS. Ali-Imran: 78)

Kembali disini kata firqah dipergunakan, tapi dalam konteks ini, sebagai sesuatu/seseorang yang dikutuk, karena tindakan yang mereka lakukan telah menyimpang dari wahyu Allah.

Jadi konteks (makna) dari isi kalimat tersebutlah yang mengindikasi arti sebenarnya dari kata yang dipergunakan.

Dengan rasa hormat kepada hadits tersebut, Rasulullah saw menjelaskan kepada umat islam bagaimana umat Yahudi akhirnya terpecah kedalam 71 golongan atau firqah, dan umat Nasrani pun sama, terpecah kedalam 71 firqah. Dan Rasulullah saw menyatakan pula bahwa umat Islam pun akan terpecah menjadi 73 golongan, dan seluruh golongan tersebut kecuali satu yang mengikuti Rasul saw dan sahabat-sahabatnya, akan masuk kedalam neraka.

Jadi, menyatakan pembagian diantara golongan umat muslim diatas, yang diperbandingkan dengan kaum Yahudi dan Nasrani menunjukan kata tersebut sebagai orang/golongan yang terkutuk karena telah melakukan sesuatu hal yang menyimpang sebagaimana Ahlul Kitab yang sebelumnya (Yahudi dan Nasrani). Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, di area (bagian) manakah umat Yahudi dan Nasrani yang tidak sepakat dalam menjalankan agama mereka dan bagaimana ketidaksepakatan mereka itu berakibat pembentukan berbagai ‘firqah’ atau golongan? Al Qur’annul Karim memerintahkan kita untuk tidak ‘terpecah-belah’ sebagaimana kaum Yahudi dan Nasrani. Disini, sangatlah penting bagi kita untuk mengerti hal-hal yang menyebabkan terpecahnya umat Ahlul Kitab tersebut:

a) Mereka ingkar terhadap Nabi-nabi mereka. Allah SWT berfirman:
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mu’jizat) kepada ‘Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus. Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong; maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh. (QS. Al-Baqarah: 87)

Dan kemudian Allah SWT berfirman:
“..Dan Kami berikan kepada ‘Isa putera Maryam beberapa mu’jizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir….. (QS. Al-Baqarah: 253)

b) Mereka juga mengingkari kitab-kitab mereka. Allah SWT berfirman:
…..Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS. Ali-Imran: 19)

c) Diantara mereka terpecah satu sama lainnya, dan saling tuduh-menuduh bahwa fihak yang satu lebih baik dan yang fihak lain adalah kafir. Allah berfirman:
Dan orang-orang Yahudi berkata:”Orang-orang Nasrani itu tidak punya suatu pegangan”, dan orang-orang Nasrani berkata:”Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan”, padahal mereka (sama-sama) membaca Al-Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengucapkan sama seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya. (QS. Al-Baqarah: 113)

Jika kita pelajari di wilayah/bagian mana diantara mereka yang perbedaan dan menyimpang, kita akan melihat bahwa mereka perbedaan pada hal-hal yang paling mendasar (fundamental) pada agama mereka. Mereka ingkar kepada Nabi-nabi mereka, mereka ingkar terhadap hari pengadilan (hisab), mereka ingkar terhadap keEsa-an Allah, hari berbangkit kembali (di padang mahsyar), surga dan neraka, dan lain-lain. Perbedaan ini merupakan perbedaan pada pondasi kepercayaan dan agama mereka. Karena Allah SWT dan Rasulullah saw memerintahkan kita agar kita tidak terpecah-belah sebagaimana para umat Ahlul Kitab yang lain, maka kita harus menghindari hal-hal/wilayah-wilayah dimana perbedaan dari para ahli kitab tersebut muncul. Ini berarti perbedaan mengenai dasar/pondasi keagamaan kita akan dikutuk oleh Allah, dan hal inilah yang menjadikan seorang muslim/kelompok muslim jatuh menjadi kafir. Untuk lebih jelas lagi, mari kita lihat ayat dibawah ini:

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu terpecah-belah… (QS. Ali-Imran: 103)

Ayat diatas telah menerangkan dengan jelas sekali, Allah telah memerintahkan umat muslim untuk berpegang teguh kepada agama Allah, dan tidak melepaskan agama (perintah dan peraturan yang telah diturunkan dan ditentukan) Allah, dan jangan terpecah-belah.

‘Tali (agama) Allah’


Ibnu Mas’ud ra, Ali bin Abi Talib ra dan Abu Sa’id Al-Kuddrri ra menyatakan bahwa kata ‘tali Allah’ tersebut adalah AlQur’an. Yang lain menyatakan bahwa kata di atas berarti agama Allah (Dien). Ada juga beberapa, seperti Ibnul Mubarak yang mengatakan kata ‘tali Allah’ tersebut adalah Jama’ah.

‘Dan jangan terpecah-belah’


At-Tabari menyatakan; “…..dan janganlah memisahkan diri dari agama (Dien) Allah dan seruanNya yang tercantum dalam Kitab-Nya: bahwa kamu harus bersama-sama dalam menaati perintah-Nya dan Nabi-Nya saw.”

Ibnu Katsir berkata: “Dia (Allah) memerintahkan mereka (umatnya) untuk tetap berada dalam Jama’ah dan jagan memisahkan diri”

Al-Qurtubi berkata: “ Jangan terpecah-belah sebagaimana kaum Yahudi dan kaum Nasrani dalam agama (Dien) mereka…. dan itu bisa berarti jangan berpisah hanya berdasarkan nafsu-nafsu/keinginan- keinginanmu, dan hanya berdasarkan minat/kepentingan-kepentinganmu.”

Oleh karena itu, perbedaan yang tidak diperbolehkan bagi umat adalah perbedaan dalam inti/pondasi dalam Dien (misal: rukun Iman, rukun Islam, peraturan yang jelas termaktub dalam al-Qur’an,-pent-) mereka, dan bukan dari cabang-cabangnya. Hal ini berdasarkan atas beberapa sebab:

a) Sunnah dari Rasulullah saw yang memperbolehkan perbedaan pendapat dalam pelaksanaan, cabang (Furu’).

b) Perbedaan pendapat yang terjadi diantara para sahabat ketika berada dalam masalah Furu’, bukan didalam Usul (fondasi dari Dien). Tidak ada hukuman/teguran yang dibuat tentang perbedaan pendapat semacam itu.

c) Kaum Tabi’ien dan generasi selanjutnya yang mengikuti mereka, serta para ulama-ulama salaf (pendahulunya) menerima perbedaan pendapat dalam Furu’ tetapi tidak jika sudah menyangkut Usuluddien (pondasi agama/Dien).

Sebagai contoh, Ash-Shafi’i ra menyatakan dalam bukunya Ar-Risalah; “Perbedaan pendapat terbagi menjadi dua: Yang satunya haram dan yang lainnya tidak. Segala sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah dan telah nyata terbukti (Hujjah) di dalam Kitab-Nya atau dengan jelas dinyatakan oleh Rasulullah saw adalah haram untuk tidak diakui (ingkari) oleh orang yang telah mengetahui hal tersebut (isi ketentuan tersebut –pent-). Sedangkan bagian lain yang bisa diartikan/mempunyai makna yang perbedaan atau dengan analogi (kiasan), karena teks (AlQur’an dan sunnah) tersebut bisa dikatakan masih sederhana/masih merupakan dasar….. masih ada ruang untuk perbedaan pendapat/pelaksanaannya, tidak seperti teks yang jelas/terang maknanya.

Ibnu Taymiyah ra dalam bukunya al-Fatawa al-Kubra, vol.20, hal.256 menyatakan; “Kemudian, teks-teks tersebut (sunnah) terbagi atas: Yang pasti/jelas dalam dalalah (arti)nya. Kepastiannya ditentukan oleh perawi-perawinya (Sanad) dan juga isinya (Mata), jika kita sudah pasti bahwa Rasulullah saw menyatakannya dan maknanya sama dengan yang dinyatakannya.Yang lain adalah yang tidak pasti/jelas dalalah (makna/arti)nya. Sebagaimana yang pertama, teks tersebut harus dipercayai dan dilaksanakan menurut pendapatnya masing-masing. Hal ini disepakati oleh ulama pada umumnya. Yang mungkin jadi perbedaan pendapat dari para ulama, dibeberapa berita (hadits) apakah para perawinya jelas/pasti (Qat’i) atau tidak. Sebagai contoh sebagaimana perbedaan pendapat tentang apakah kabar/hadits yang di bawa oleh hanya seorang (Khabarul Wahid/kabar ahad) hanya bisa diyakini (diimani) oleh umat, atau salah satu hadits yang bisa disetujui umat untuk dilaksanakan.”

Jadi, permasalahan tentang hadits yang didiskusikan (hadits diatas tentang pembagian firqah/golongan) tersebut bukanlah tentang perbedaan-perbedaan yang timbul dari interpretasi/penafsiran dari teks-teks (al-Qur’an dan hadits yg dalalahnya tidak terang) tersebut, yang interpretasinya sangat mempengaruhi dalam menentukan arti/makna teks tersebut. Tetapi mengutuk firqah-firqah (golongan-golongan) yang perbedaan dalam pondasi Dien-nya. Yang pasti, para sahabat seringkali perbedaan pendapat pada banyak hal, yang terkait kepada masalah-masalah cabang (misal: cara pelaksanaan shalat, hukum tata negara, dan lain-lain) dari Dien, tetapi mereka tetap sepakat dan mempunyai hanya satu pendapat jika masalahnya adalah masalah pondasi dari Dien/agama. Kemudian, Mujtahid-mujtahid besar dalam Islam pun mempunyai perbedaan pendapat di berbagai aspek agama Islam, tetapi sekali lagi masalah yang menjadi dasar perbedaan tersebut adalah dalam cabang-cabang. Jadi ‘firqah’ yang dihukum dan masuk ke dalam api neraka, bukanlah grup/golongan yang mempunyai perbedaan-perbedaan yang sah dan diperbolehkan. Oleh karena itu, mereka-mereka yang mengikuti mazhab-mazhab tertentu seperti Shafi’i, Hanafi, Hambali, Maliki, bahkan mereka yang mengikuti faham ulama-ulama pemikir dari Shi’ah seperti Ja’fari atau Zaidi, tidaklah bisa diberi label ‘kafir’atau ‘sesat’ (Apalagi hanya sekedar perbedaan ‘kecil’ seperti beda grup dan harakah).

Sebaliknya, golongan-golongan/firqah yang disebutkan didalam hadits tersebut adalah mereka yang telah meninggalkan lingkup Islam seperti Qadiani (Ahmadiyah) yang mengklaim kenabian sesudah nabi Muhammad saw, atau mereka-mereka yang termasuk kedalam kelompok Alawi, yang mengklaim bahwa Ali ra merupakan inkarnasi/titisan Tuhan (semoga Allah melindungi kita dari kesesatan tersebut) atau mereka yang mengingkari adanya hukuman di akhirat, dan lain-lain. Kelompok apapun yang kepercayaannya berlawanan dengan ayat-ayat AlQur’an yang terang/jelas, berarti telah jatuh dan keluar dari lingkaran Islam.

Salah seorang ulama dari mazhab Hanafi, Ibnu Abidin menyatakan; “Tidak ada keraguan terhadap kesesatan (kekafiran) mereka yang menyatakan tuduhan palsu bahwa Sayyida Aisyah ra telah berzina, menolak persahabatan Sayyidina Abu Bakar ra, mempercayai bahwa Sayyidina Ali ra adalah Tuhan atau bahwa malaikat Jibril telah salah menurunkan wahyu kepada Rasulullah saw, dan lain-lain, yang telah jelas kafir dan berlawanan dengan ajaran Qur’an.” (Radd al-Muhtar, 4/453).

Ibnu Abidin meneruskan; “ adalah sulit untuk membuat pernyataan secara umum bahwa Shi’ah telah sesat, karena para ulama memperbolehkan adanya perbedaan dan penyeberangan (perpindahan) dari golongan-golongan yang perbedaan.”

Bahkan ulama Shi’ah, Allama Muhammad Hussein Tabatabai, menulis didalam penafsirannya yang sangat terkenal, Tafsir-ul-Mizan, edisi ke 12, halaman 109, yang diterbitkan di Iran, tentang kesempurnaan al-Qur’an: “al-Qur’an, yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw, dilindungi dari perubahan apapun.”

Sayangnya, ketidak pahaman dan kefanatikan dari beberapa grup-grup tertentu telah menyebabkan mereka menilai grup yang lain takfir atau khawarij, seperti yang telah di lakukan oleh Yahudi dan Nasrani. Ini adalah cara berfikir yang hanya menghargai pendapat mereka sendiri, dan pandangan mereka terhadap masalah apapun yang menyangkut Dien (agama Islam) sebagai ‘tidak perlu dipertanyakan lagi kebenarannya’. Dan kepercayaan atau pendapat yang lain yang berlawanan atau mempunyai perbedaan walau sedikit dari pendapat mereka adalah tidak layak, tidak masuk akal atau sesat.

Umat Muslim adalah satu. al-Qur’an bisa didapat disetiap mesjid, diseluruh penjuru dunia, apakah letaknya di Karachi, Teheran, Kairo, Madinah, atau Algeria adalah satu. Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. (QS. Al-Anbiya: 92)

Bagaimanapun seorang muslim merupakan saudara dari muslim yang lain, apakah dia itu Shiah, Sunni atau siapapun ahli (ulama) yang ia tiru atau Mujtahid yang mana yang ia ikuti ajarannya. Hal inilah yang telah di ajarkan Rasulullah saw kepada kita;

“Seorang muslim merupakan saudara dari muslim yang lain, dia tidak menindas(saudara)nya dan dia juga tidak menyerahkannya kepada musuh, dia tidak mengecewakannya, dan juga tidak memepermalukannya.”

Allah SWT berfirman:
…..Dialah (Allah) yang telah menamai kamu sebagai orang-orang muslim…. (QS Al-Hajj: 78)

Apapun perbedaan pendapat yang muncul, adalah sesuatu hal yang bisa kita serahkan kembali kepada ayat suci;

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 59)

Jadi, jelaslah bagi mereka yang telah mengamati dan menyadari, bahwa kaum kuffar (kafir) telah bergabung bersama melawan kita umat Islam dan menjebak umat islam kedalam suatu kurungan (jebakan) besar dan tidak akan membiarkan satu haripun lewat tanpa menumpahkan darah beberapa orang muslim. Walaupun faktanya orang-orang kafir tersebut terpecah-pecah agamanya sesuai dengan keinginan dan nafsunya masing-masing, tetapi mereka bersatu dalam perang melawan Islam, dan berlomba-lomba melawan rasa permusuhan mereka (dalam mewujudkan hal tersebut). Jadi tidak inginkah kita bersatu bersama untuk melawan mereka, dalam ikatan Islam, bukannya secara dibuat-buat dan dicari-cari memisahkan diri masing-masing kedalam label ‘Sunni’ atau ‘Shiah’, ataupun berbagai mazhab-mazhab dan kelompok-kelompok yang lain?

Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu (keharusan persaudaraan dan kesatuan yang teguh antara kaum muslimin), niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. (QS. Al-Anfal: 73

Sumber : ryo-tu-anjas.blogspot.com

Keberadaan Islam Di Mata Dunia === ^_^

Keberadaan Islam dimata dunia khususnya dimata barat seringkali dipandang dalam berbagai macam pendapat baik itu yang bernada positif maupun negatif.Ada yang mengaggap Islam identik dengan kekerasan ataupun aksi teror terhadap agama lain dengan wadah "JIHAD".Apabila kita mau melihat ALLAH SWT justru menurunkan Islam melalui Nabi Muhammad SAW adalah sebagai agama yang rahmatan lil alamin, memberikan keteduhan bagi manusia lain bahwa islam dapat berbaur dengan

yang lain dan memberikan contoh yang baik sehingga manusia lain tidak merasa terganggu apalagi termusuhi oleh kita sebagi manusia Isalm.InsayaAllah apabila kita melakukan pendekatan yang santun tanpa membeda-bedakan SARA seperti yang tertulis dalam QS.Mumtahinah:8-9, QS.Attaubah:6 dan QS.Attaubah:4 dimana disana dijelaskan bahwa Islam tidak melarang manusianya untuk menolong manusia selain Islam,

memberikan hikmah dan tauladan dan tidak melakukan penyebaran melalui pedang seperti yang dituduhkan barat dan Islam akan selalu menepati janji kecuali manusia lain mengingkarinya terlebih dahulu. Dari uraian diatas maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa Islam tidak pernah melakukan permusuhan dengan siapapun dan dengan dalih apapun terkecuali merasa didesak secara berlebihan oleh pihak lain.

“Jika ada agama yang berpeluang menguasai Inggris bahkan Eropa - beberapa ratus tahun dari sekarang, Islam-lah agama tersebut.”

Saya senantiasa menghormati agama Muhammad karena potensi yang dimilikinya. Ini adalah satu-satunya agama yang bagi saya memiliki kemampuan mempersatukan dan merubah peradaban. Saya sudah mempelajari Muhammad sesosok pribadi agung yang jauh dari kesan seorang anti-kristus, dia harus dipanggil ’sang penyelamat kemanusiaan”

“Saya yakin, apabila orang semacam Muhammad memegang kekuasaan tunggal di dunia modern ini, dia akan berhasil mengatasi segala permasalahan sedemikian hingga membawa kedamaian dan kebahagiaan yang dibutuhkan dunia: Ramalanku, keyakinan yang dibawanya akan diterima Eropa di masa datang dan memang ia telah mulai diterima Eropa saat ini.

“Dia adalah manusia teragung yang pernah menginjakkan kakinya di bumi ini. Dia membawa sebuah agama, mendirikan sebuah bangsa, meletakkan dasar-dasar moral, memulai sekian banyak gerakan pembaruan sosial dan politik, mendirikan sebuah masyarakat yang kuat dan dinamis untuk melaksanakan dan mewakili seluruh ajarannya, dan ia juga telah merevolusi pikiran serta perilaku manusia untuk seluruh masa yang akan datang.

Dia adalah Muhammad (SAW). Dia lahir di Arab tahun 570 masehi, memulai misi mengajarkan agama kebenaran, Islam (penyerahan diri pada Tuhan) pada usia 40 dan meninggalkan dunia ini pada usia 63. Sepanjang masa kenabiannya yang pendek (23 tahun) dia telah merubah Jazirah Arab dari paganisme dan pemuja makhluk menjadi para pemuja Tuhan yang Esa, dari peperangan dan perpecahan antar suku menjadi bangsa yang bersatu, dari kaum pemabuk dan pengacau menjadi kaum pemikir dan penyabar, dari kaum tak berhukum dan anarkis menjadi kaum yang teratur, dari kebobrokan ke keagungan moral. Sejarah manusia tidak pernah mengenal tranformasi sebuah masyarakat atau tempat sedahsyat ini bayangkan ini terjadi dalam kurun waktu hanya sedikit di atas DUA DEKADE.”

 

Tugas Formatif IPS Dan PPKN ===== *_*

 Tugas Dikerjakan Oleh : Anjas Maryo Tanjung
 Kepada                       : Bapak Gunawan

1. Sugesti adalah suatu proses pemberian pandangan atau pengaruh oleh seseorang
kepada orang lain dengan cara tertentu sehingga papndangan atau pengaruh tersebut diikuti tanpa berpikir panjang.

2. Imitasi adalah proses belajar seseorang dengan cara meniru atau mengikuti perilaku orang lain.
Melalui proses imitasi seseorang dapat mempelajari nilai dan norma dalam masyarakat,
dan dapat juga menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku.

3. identifikasi adalah proses identifikasi berawal dari rasa kekaguman seseorang pada tokoh idolanya .
Kekaguman tersebut mendorong seseorang untuk menjadikan dirinya sama atau identik dengan tokoh tersebut.

4. Simpati adalah Sekilas simpati Terlihat sama dengan identifikasi karena menuntun seseorang untuk
 memosisikan diri pada keadaan orang lain. Hanya saja dalam simpati faktor perasaan memang memegang peranan utama. Rasa ketertarikan seseorang .

5. Motivasi adalah dorongan yang mendasari seseorang untuk melakukan perbuatan berdasarkan pertimbangan rasionaitis.
Motivasi dalam diri seseorang dapat muncul disebabkan faktor atau pengaruh dari orang lain
sehingga individu melakukan kontak dengan orang lain.

6. Empati adalah Rasa empati merupakan rasa haru seseorang ketika seseorang melihat orang lain
mengalami suatu yang menarik perhatian. Empati merupakan kelanjutan dari rasa simpati yang berupa perbuatan nyata untuk mewujutkan.
     2.Unsur-Unsur Dasar terbentuknya Negara…

Sebagai sebuah organisasi, negara memiliki unsur-unsur yang tidak dimiliki oleh organisasi apapun yang ada di dalam masyarakat. Secara umum, unsur negara ada yang bersifat konstitutif dan ada pula yang bersifat deklaratif. Unsur konstitutif maksudnya unsur yang mutlak atau harus ada di dalam suatu negara. Sedangkan unsur deklaratif hanya menerangkan adanya negara.
Adapun unsur-unsur negara yang bersifat konstitutif yaitu harus ada rakyat, tempat tertentu, dan pemertintahan yang berdaulat. Ketiga unsur tersebut bersifat konstitutif karena merupakan syarat mutlak bagi terbentuknya negara. Apabila salah satu unsur tersebut tidak ada atau tidak lengkap, maka tidak bisa disebut sebagai negara.
Di samping itu, terdapat pula unsur deklaratif, yakni harus ada pengakuan dari negara lain. Unsur deklaratif ini sangatlah penting karena pengakuan dari negara lain merupakan sebagai wujud kepercayaan negara lain untuk mengadakan hubungan, baik hubungan bilateral maupun multilateral.

1. Rakyat

Rakyat yaitu semua orang yang menjadi penghuni suatu negara. tanpa rakyat, mustahil negara akan terbentuk.
Leacock mengatakan bahwa, “Negara tidak akan berdiri tanpa adanya sekelompok orang yang mendiami bumi ini.”. Hal ini menimbulkan pertanyaan, berapakah jumlah penduduk untuk membentuk sebuah negara? Plato mengatakan bahwa untuk membentuk sebuah negara,
tempat tersebut membutuhkan 5040 penduduk. Pendapat ini tentu saja tidak berlaku di zaman modern ini, lihat saja populasi negara India, Amerika Serikat, Cina, Rusia, dimana negara tersebut memiliki ratusan juta penduduk.
Rakyat terdiri dari penduduk dan bukan penduduk. Penduduk yaitu semua orang yang bertujuan menetap dalam tempat suatu negara tertentu.
Mereka yang ada dalam tempat suatu negara tetapi tidak bertujuan menetap, tidak dapat disebut penduduk. Misalnya, orang yang berkunjung untuk wisata.
Penduduk suatu negara dapat dibedakan menjadi warga negara dan bukan warga negara. Warga negara yaitu mereka yang menurut hukum menjadi warga dari suatu negara, sedangkan yang tidak termasuk warga negara yaitu orang asing atau disebut juga warna negara asing (WNA).

2. Tempat

tempat merupakan unsur kedua, karena dengan adanya tempat yang didiami oleh manusia, maka negara akan terbentuk. Jika tempat tersebut tidak ditempati secara permanen oleh manusia, maka mustahil untuk membentuk suatu negara. Bangsa Yahudi misalnya, dimana mereka tidak mendiami suatu tempat secara permanen. Alhasil mereka tidak memiliki tanah yang jelas untuk didiami, tapi dengan kepintaran PBB, diberikanlah Israel sebagai negara bagian agar mereka merasa memiliki tanah.
tempat yaitu batas tempat di mana kekuasaan negara itu berlaku. tempat suatu negara merangkum sebagai berikut.

1. tempat daratan, yakni merangkum seluruh tempat aratan dengan batas-batas tertentu dengan negara lain.
2. tempat lautan, yakni merangkum seluruh perairan tempat laut dengan batas-batas yang ditentukan menurut hukum internasional. Batas-natas tempat laut yaitu sebagai berikut.
• Batas laut teritorial, ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah laut lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial disebut laut teritorial. Laut yang terletak di sebelah dalam garis dasar disebut laut internal.
• Batas zona bersebelahan, ditentukan sejauh 12 mil laut di luar batas laut teritorial, atau 24 mil laut jika diukur dari garis lurus yang ditarik dari pantai titik terluar.
• Batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) yaitu laut yang diukur dari garis lurus yang ditarik dari pantai titik terluar sejauh 200 mil laut. Di dalam tempat ini, negara yang bersangkutan memiliki hak untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang ada di dalamnya. Namun, tempat ini bebas untuk dilayari oleh kapal-kapal asing yang sekedar lewat saja.
• Batas landas benua yaitu tempat lautan suatu negara yang batasnya lebih dari 200 mil laut. Jika ada dua negara atau lebih menguasai lautan di atas landasan kontinen, maka batas negara tersebut ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing negara. Dalam tempat laut ini negara yang bersangkutan dapat mengelola dan memanfaatkan tempat laut tetapi wajib membagi keuntungan dengan masyarakat internasional.
3. tempat udara atau dirgantara, yakni merangkum tempat di atas daratan dan lautan negara yang bersangkutan.

3. Pemerintahan yang Berdaulat

Pemerintahan yang berdaulat yaitu pemerintah yang Memiliki kekuasaan baik ke dalam maupun ke luar untuk menjalankan tugas dan wewenangnya mengatur ekonomi, sosial, dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan.
Pemerintah sangat diperlukan dalam berdirinya suatu negara, tidak mungkin jika negara muncul tanpa kemudian diikuti oleh berdirinya pemerintah.
Sistem pemerintahan setiap negara berbeda-beda. Adapun pengelompokan sistem pemerintahan tersebut, yaitu:

1. Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem parlementer yaitu sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.


2. Sistem Pemerintahan Presidensiil
Dalam sistem presidensil ini, presiden memiliki kekuasaan yang kuat karena selain sebagai kepala negara, juga sebagai kepala pemerintahan yang mengetuai kabinet (Dewan Menteri).
Salah satu contoh negara yang menggunakan sistem pemerintahan ini dalaha Amerika Serikat, dimana menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden, karena presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Untuk mengimbangi kekuasaan pemerintahan maka lembaga parlemen (legeslatif) benar-benar diberi hak protes seperti hak untuk menolak, baik perjanjian maupun pernyataan perang terhadap negara lain.
Ciri-ciri pemerintahan presidensiil yaitu:
• Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
• Kekuasan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.
• Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
• Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasan eksekutif presiden bukan kepada kekuasaan legislatif.
• Presiden tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.

3. Sistem Pemerintahan Campuran
Sistem pemerintahan ini, selain memiliki presiden sebagai kepala negara, juga memiliki perdana menteri sebagai kepala pemerintahan untuk memimpin kabinet yang bertanggung jawab kepada parlemen.
Presiden tidak diberi posisi dominan dalam sistem pemerintahan.

4. Sistem Pemerintahan Proletariat
Dalam sistem ini, usaha pertama pemerintah sebenarnya juga ditujukan untuk kepentingan rakyat banyak (kaum proletar), rakyat banyak tersebut kemudian dihimpun dalam suatu organisasi kepartaian tunggal (tani, buruh, pemuda, dan wanita) yang akhirnya menjadi dominasi partai tunggal. Partai tunggal tersebut yaitu partai komunis.


4. Pengakuan dari Negara Lain

Pengakuan dari negara lain terhadap suatu negara yang baru berdiri bukanlah merupakan suatu faktor mutlak atau unsur pembentuk negara baru, namun lebih merupakan menerangkan atau menyatakan telah lahirnya suatu negara baru.
Kita ambil contoh, Negara Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 baru diakui oleh Belanda pada tahun 27 Desember 1949.
Pengakuan dari negara lain merupakan modal dasar bagi suatu negara yang bersangkutan untuk diakui sebagai negara yang merdeka dan mandiri. Pengakuan suatu negara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pengakuan secara de facto dan pengakuan secara de jure.

1. Pengakuan Secara de Facto

Pengakuan secara defacto yaitu pengakuan tentang kenyataan adanya suatu negara yang dapat mengadakan hubungan dengan negara lain yang mengakuinya. Pengakuan de facto diberikan kalau suatu negara baru sudah memenuhi unsur konstitutif. Pengakuan de facto menurut sifatnya dapat dibagi menjadi dua, yatiu:
• Pengakuan de facto yang bersifat tetap. Artinya, pengakuan dari negara lain terhadap suatu negara hanya menimbulkan hubungan di lapangan perdagangan dan ekonomi (konsul). Sedangkan untuk tingkat duta belum dapat dilaksanakan.
• Pengakuan de facto bersifat sementara. Artinya, pengakuan yang diberikan oleh negara lain dengan tidak melihat jauh pada hari ke depan, apakah negara itu akan mati atau akan jalan terus. Apabila negara baru tersebut jatuh atau hancur, maka negara lain akan menarik kembali pengakuannya.

2. Pengakuan Secara de Jure

Pengakuan secara de jure yaitu pengakuan secara resmi berdasarkan hukum oleh negara lain dengan segala konsekuensinya.
Menurut sifatnya, pengakuan secara de jure dapat dibedakan sebagai berikut:
• Pengakuan de jure bersifat tetap. Artinya, pengakuan dari negara lain berlaku untuk selama-lamanya setelah melihat kenyataan bahwa negara baru dalam beberapa waktu lamanya menunjukkan pemerintahan yang stabil.
• Pengakuan de jure bersifat penuh. Artinya terjadi hubungan antara negara yang mengakui dan diakui, yang merangkum hubungan dagang, ekonomi dan diplomatik.

Dalam kenyataannya, setiap negara Memiliki pandangan yang berbeda mengenai pengakuan de facto dan de jure. Misalnya, negara Indonesia tetap memandang pengakuan dari negara lain hanya merupakan unsur deklaratif. Oleh sebab itu, meskipun Negara Republik Indonesia belum ada yang mengakui pada saat lahirnya, Indonesia tetap berdiri sebagai negara baru dengan hak dan martabat yang sama dengan negara lain. Negara Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dan baru diakui oleh negara lain beberapa tahun kemudian (Mesir tahun 1947, Belanda tahun 1949, PBB tahun 1950).